Jumat, 08 Januari 2010

(Resensi Buku) Middlesex

Judul : Middlesex

Penulis : Jeffrey Eugenides

Penerbit : Serambi

Cetakan I : Juni 2007

Pertama menemukan buku ini di Pesta Buku Jakarta awal Juli lalu aku langsung mengernyit dengan ketebalannya. Tak yakin apakah bakal tahan membacanya. Bahkan pujian yang terpampang di halaman depan pun tak kucicipi sedikit pun. Bagiku itu tak penting. Cukup sudah referensi yang kudapat dari acara Oprah Winfrey Show beberapa minggu sebelumnya.

Novel yang memenangkan Pulitzer Prize ini bercerita tentang seorang anak perempuan bernama Calliope yang kemudian ‘lahir kembali’ menjadi remaja laki-laki bernama Cal di usianya yang keempat belas. Perubahan ini bukan lantaran dia seorang transeksual, yang merasa jiwa laki-lakinya salah berada di tubuh perempuan melainkan karena terlahir sebagai hemaprodith atau berkelamin ganda.

Untuk menelusuri kenapa hal ini bisa terjadi, Eugenides menyeret pembaca ke kisah anggota keluarga si Cal ini. Dimulai dengan Desdemona si nenek saat masih tinggal di tanah airnya hingga kemudian hijrah ke Detroit, dan beranak cucu di sana.

Buku ini terdiri dari empat bagian yang masing-masing bagiannya mewakili periode tertentu di kehidupan Cal dan Desdemona. Namun yang paling mendekati sub judulnya Pencarian Jati Diri Seorang Manusia Berkelamin Ganda adalah bagian keempat. Meski begitu, di semua bagian Eugenides selalu mencampur aduk, beralur maju mundur selalu. Metode ini kuakui bisa membuat pembaca penasaran dan tertarik untuk tak melepaskan mata dari jejeran kalimatnya.

Satu hal lagi yang sangat patut mendapat angkat empol sekaligus empat adalah kedalaman penulis dalam melakukan riset lalu kejeliannya dalam menggambarkan detail. Bagi orang Amerika, mungkin merasa lebih lezat dibawa flashback ke jaman mobil baru diproduksi masal, dan kejadian-kejadian di masa lalu seolah menonton filmnya diputar di depan mata. Ini seperti membaca Pram yang menggambarkan pakaian yang dipakai Minke saat pernikahannya di Bumi Manusia. Penggambaran itu mendetail, membawa serta sejarahnya.

Secara teknis penerjemahan dan pengeditan, buku ini juga oke punya. Bahasanya mengalir dan hanya sedikit terdapat kesalahan editan yang termaafkan—apalagi mengingat ketebalan halamannya. Secara keseluruhan, aku terpuaskan oleh buku ini. Selain karena bertambahnya pengetahuan tentang kaum hermaprodit, bahasa jenaka-cerdas penulis mampu mencairkan ‘keangkeran’ cover dan tebal halamannya.

Tanah Baru, 21/07/08 16.15

Ibu yang suka membaca apa aja http://lembarkertas.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar